Mengenal Design Thinking di Kehidupan Sehari-hari

Kehidupan sehari-hari rasanya tidak pernah lepas dari masalah. Mulai dari urusan anak hingga ke dapur, sepertinya tidak selalu 100% berjalan sesuai rencana. Terkadang, permasalahan yang dihadapi bisa kecil, namun ada kalanya juga sesuatu yang lebih besar dan menyangkut banyak pihak. Tentu, tidak ada jawaban yang pasti untuk semua permasalahan yang terjadi sehari-hari. Tetapi, ada sebuah cara yang bisa membantu kita menemukan solusi yang lebih efektif. Metode pemecahan masalah ini dinamakan design thinking. 

Hmm.. Jadi, metode pemecahan masalah ini hanya bisa dipakai para designer? Eits, jangan salah kaprah dulu. Design di dalam design thinking artinya cara berpikir. Jadi, secara sedehana, design thinking adalah sebuah cara berpikir yang memungkinkan kita menyelesaikan masalah rumit dengan solusi kreatif. Mengapa bisa demikian? Cara memecahkan masalah ala design thinking terdiri dari beberapa langkah tetapi berfokus pada empati dan prosesnya dilakukan melalui siklus. Solusi yang dihasilkan bisa bermacam-macam, mulai dari benda hingga sistem atau aturan.

Memang, istilah design thinking lebih sering ditemukan dalam dunia bisnis. Tapi, kata siapa metode design thinking tidak bisa dilakukan dalam masalah sehari-hari? Proses ini tidak seribet kedengarannya, kok! Mari ambil contoh seorang Ibu yang berjualan di kantin sebuah sekolah. Sang Ibu kantin merasa pendapatannya menurun akhir-akhir ini. Ibu kantin berpendapat bahwa pendapatannya menurun karena dirinya hanya menjual sedikit makanan. Maka dari itu, Ibu kantin menambahkan beberapa menu lagi sebagai bahan jualannya. Setelah beberapa lama berjualan dengan tambahan menu baru, ternyata pendapatan Ibu kantin tetap tidak naik. Nah, bagaimana sang Ibu kantin dapat menggunakan design thinking untuk membantunya?

Ada beberapa langkah yang dilakukan melalui design thinking untuk menemukan solusi atas masalah. Pertama adalah berempati kepada orang-orang yang bersinggungan dengan masalah itu sendiri. Dalam tahap pertama ini, sang Ibu kantin mencoba berbicara dengan para pelanggan yang mampir ke kantinnya. Ibu kantin mendengarkan dengan seksama apa saja yang menjadi keinginan para pelanggannya, yaitu para siswa, guru, serta karyawan sekolah. Ternyata, dari hasil pembicaraan itu, para pelanggan mengaku tidak tahu bahwa terdapat menu baru yang dijual sang Ibu kantin. Terlebih, letak kantin yang berada di belakang sekolah dan membuat para pelanggan lebih tergoda untuk jajan di depan sekolah yang jaraknya lebih dekat. Tahap menetapkan masalah ini merupakan langkah kedua dalam proses design thinking.

Dari permasalah itu, Ibu kantin mencoba membuat beberapa solusi. Proses ini dinamakan ideasi. Dalam tahap ini, Ibu kantin bebas berpikir sesukanya untuk menemukan beragam solusi tanpa dibatasi apapun. Dari sana, munculah beberapa alternatif solusi tentang mempromosikan menu baru tersebut. Ibu kantin menyebarkan beberapa selebaran berisikan menu kantin kepada siswa dan promosi melalui BBM untuk para guru serta karyawan sekolah. Setelah beberapa lama berjalan, Ibu kantin menemukan bahwa rasanya akan lebih efektif bila para guru dan karyawan bisa memesan melalui BBM. Maka, sang Ibu kantin pun mencoba beberapa format order makanan via BBM. Proses ini disebut pembuatan prototype atau model dari solusi permasalahan. Solusi ini dibuat sesederhana mungkin dan sebaiknya bisa langsung dicoba terhadap orang-orang yang bersangkutan dengan masalah. Terakhir, solusi tersebut bukanlah akhir dari segalanya. Kita masih bisa berinovasi dengan mengulang tahap berempati. Hal ini memungkinkan kita untuk terus menerus berinovasi dalam menemukan solusi. 

Cara pemecahan masalah yang berfokus pada para stakeholders atau orang yang terlibat langsung dengan masalah membuat design thinking menjadi unik. Dibanding terlalu fokus pada masalah, cara ini memungkinkan kita membuka cara pandang selebar-lebarnya dan mencari solusi paling tepat guna. Pada akhirnya, sebuah solusi bisa saja sangat kreatif, tapi akan lebih berarti solusi yang benar-benar memecahkan masalah, bukan?

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Tentang Ibu Dapur

Ragam Profesi Kuliner Indonesia: Dari Koki yang Tidak Ingin Dipanggil Koki Hingga Jurnalis Kuliner