PKL & Makanan Sehat: Mengapa Tidak?

Food Lab Bandung berkolaborasi dengan MBA ITB mengadakan kelas design thinking dengan fokus utama makanan sehat untuk semua. Kelas yang diadakan rutin setiap awal minggu ini berisi kurang lebih tiga puluh orang yang terbagi ke dalam beberapa kelompok kecil. Disana, mereka berdiskusi menggunakan metode design thinking untuk menemukan solusi kreatif dari permasalahan PKL dan makanan sehat. Sudah berjalan sekitar satu bulan, kelompok-kelompok kecil ini akhirnya mengemukakan insight yang mereka dapat ketika berinteraksi langsung dengan PKL. Masing-masing kelompok ditugaskan untuk berempati dan turun langsung ke jalanan. Beberapa kelompok pergi mengunjungi PKL di daerah Ganesha, sebagian lainnya ke Dago, bahkan ada yang hingga ke Buahbatu. Hasilnya? Ada beberapa findings menarik terkait isu kebersihan, kesegaran dan kualitas bahan baku hingga kreativitas para PKL dalam menjajakan makanan.

Kelompok pertama yang mempresentasikan temuannya soal PKL menceritakan pengalaman mereka makan di dekat tempat cuci piring pinggir jalan. Bagaimana rasanya? Ternyata, mereka menemukan bahwa tempat mencuci piring yang digunakan para PKL mau sebersih apapun pasti memakai ember dan bukannya air mengalir. Ada juga kelompok lain yang menemukan bahwa rata-rata PKL yang berjualan di daerah kampus sudah cukup memperhatikan kebersihan makanannya. Namun, hal tersebut berbeda jauh dengan PKL yang terletak di pinggiran kota Bandung. Para pedagang kaki lima di daerah pinggiran bahkan hanya peduli terhadap lakunya makanan. Selama bahan makanan masih bisa di “daur ulang”, maka para pedagang tidak akan membeli bahan baru. Lain lagi dengan kelompok mahasiswa yang mengunjungi PKL di daerah Sadang Serang. Di sana, mereka menemukan bahwa kreativitas para PKL justru yang membuat masyarakat semakin tertarik.

Dari berbagai permasalahan yang ada, para mahasiswa menggali solusi yang kreatif dan inovatif untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi para PKL. Masing-masing kelompok tetap menggunakan metode design thinking lalu menggali ide dan membuat prototype. Solusi yang dicari tidak dibatasi apapun, disinilah proses kreatif tersebut berjalan. Setelah menemukan solusi yang dirasa tepat untuk mengatasi masalah, masing-masing kelompok mulai membuat prototype. Bentuk prototype yang dihasilkan beragam, bisa berupa barang, sistem atau bahkan campaign.

Berbagai ide dan prototype kreatif bermunculan. Mulai dari PKL-kit yang terdiri dari tempat duduk, tempat sampah dan gerobak yang memungkinkan para pedagang meningkatkan kenyamanan pelanggan, hand sanitizer yang dikombinasikan dengan drone dengan tujuan untuk meningkatkan sanitasi lapak PKL, hingga seperangkat alat cuci piring disertai dengan air bersih. Kelompok lain membuat support system agar para PKL termotivasi dalam menjaga kebersihan. Caranya mudah, seperti sistem rating kendaraan online, semua pengunjung bisa memberi rating pada setiap PKL yang mereka datangi dan nilai tersebut dibuat transparan.

Presentasi prototype oleh salah satu kelompok di kelas Design Thinking MBA CCE ITB (Foto: Riset Indie).

Permasalahan PKL dan makanan sehat bisa jadi lagu lama di kota ini. Banyak yang merasa bahwa permasalahan ini adalah pekerjaan rumah pemerintah semata. Tidak jarang, justru kita sebagai konsumen merasa apatis akan hal ini. Hasilnya, banyak yang menenrima keadaan makan makanan tidak sehat di pinggir jalan. Tetapi, dengan cara berpikir yang berbeda, tentu dapat membuat kita melihat permasalahan dari sisi yang berbeda pula. Sedikit demi sedikit, melalui metode design thinking mampu membentuk cara pikir kita untuk menyelesaikan masalah yang terlihat rumit dengan banyak jalan yang kreatif!

Comments

Popular posts from this blog

Mengenal Design Thinking di Kehidupan Sehari-hari

Cerita Tentang Ibu Dapur

Ragam Profesi Kuliner Indonesia: Dari Koki yang Tidak Ingin Dipanggil Koki Hingga Jurnalis Kuliner