Menanam Atau Mati

Alkisah pada zaman dahulu kala ada seorang Raksasa pemakan manusia yang tinggal di hutan. Setiap minggu sekali, raksasa itu mengambil salah seorang penduduk desa di sekitar tempat itu untuk menjadi makanan. Hal ini terus berlangsung selama bertahun-tahun. Di salah satu desa tidak jauh dari hutan itu, tinggal seorang anak laki-laki bernama Moniko. Jiwanya tidak bisa menerima perlakuan sewenang-wenang sang Raksasa. Hatinya pun bertekat untuk mengakhiri penderitaan para penduduk desa.

Penggalan cerita rakyat dari Filipina tentang Moniko dan Raksasa di atas tentu masih terjadi hingga sekarang. Hanya saja, di masa kini Raksasa dan Moniko bebas menjelma menjadi siapapun. Di Kulon Progo, sosok Moniko menejelma menjadi Widodo dan Raksasa menjadi PT. Jogja Magasa Iron.
Kabupaten Kulon Progo adalah surga yang terletak sekitar 41 kilometer dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayahnya membentang luas dari pesisir hingga dataran tinggi. Mencari semilir angin di pantai yang masih sepi atau menyendiri di kebun teh tentu tidak jadi masalah disini. Tapi sayang, ditempat yang seelok surga ini sang Raksasa dan Moniko belum bisa berdamai.

Sebelas tahun sudah para petani Kulon Progo bersikeras mempertahankan lahan tani mereka dari proyek tambang pasir besi milik PT. Jogja Magasa Iron. Pertempuran ini bukan perang dengan senjata tajam antar kedua belah pihak. Pertahanan pihak petani pun sederhana, yaitu hanya menanam. Setiap bibit yang ditanam berarti mempertahankan ruang hidup. Setiap pohon yang tumbuh berarti menolak pergi.

Cerita perlawanan ini diabadikan oleh Widodo, ketua Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) dalam buku “Menanam Adalah Melawan”. Diterbitkan 2013 lalu, kini cerita perlawanan itu masih berjalan. Beberapa daerah berhasil dipertahankan dan makin kuat. Daerah yang lain gugur dan lepas ke tangan lawan. Desa Karangwuni menjadi salah satu desa yang dilepaskan warga ke PT. JMI. Hal ini menurut Widodo tidak lepas dari intimidasi dari pemerintah dan kaki tangan PT.JMI.

Waktu yang tidak sedikit dihabiskan Widodo dan kawan-kawan untuk mempertahankan lahan. Alasannya adalah mempertahankan ruang hidup, yaitu kehidupan itu sendiri. Ruang hidup adalah tanah. Tidak bisa dibayangkan oleh Widodo akan jadi seperti apa kalau terus-menerus tanah dirampas oleh korporasi atau pemodal. Akan jadi seperti apa 100 tahun lagi? Ruang hidup juga berarti leluhur dan sejarah bagaimana manusia menjadi ada. Cara yang paling benar untuk memertahankan ruang hidup bagi para petani adalah menanam.

Kisah Moniko dan Raksasa sudah bisa dipastikan bagaimana akhirannya. Tapi kisah Widodo dan perusahaan tambang pasir besi? Hingga detik ini masih menyambung cerita. Widodo adalah sebagian potret dari perjuangan rakyat kecil untuk mendapatkan hak-nya sendiri. Bagi para petani pesisir Kulon Progo, menanam adalah pilihan antara hidup dan mati.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenal Design Thinking di Kehidupan Sehari-hari

Cerita Tentang Ibu Dapur

Ragam Profesi Kuliner Indonesia: Dari Koki yang Tidak Ingin Dipanggil Koki Hingga Jurnalis Kuliner