Salam Merdeka Dari Mustika Rasa

Sekitar 7 bulan yang lalu sebuah portal media di Indonesia merilis video di YouTube yang bercerita tentang Rahung Nasution, seorang aktivis kuliner Indonesia. Memilih hidup nomaden dan bereksplorasi dengan masakan asli tanah air tentu membuatnya memiliki pandangan lain soal negeri ini. “Dulu saya tidak memberi apresiasi terhadap makanan, karena itu kebutuhan saya. Kemudian saya mulai berpergian ke tempat-tempat lain. Kemudian saya berpikir, cara paling demokratis untuk mengerti negeri ini adalah dengan makanan. Kamu bisa terima nggak? Belajar lah demokrasi dari lidah kau, kan,” ujar Rahung dalam video tersebut lengkap dengan logat khas Sumatera Utara yang dimilikinya.

Perihal dapur memang sepele. Tapi, hasil dari masing-masing dapur mencerminkan ke-khas-an nya tersendiri. Ini bukan perihal garam yang lebih banyak dari rumah tetangga atau resep rahasia keluarga. Benar kata Rahung, ini adalah masalah kesatuan negeri.

Puluhan tahun lalu, ada seorang lelaki di Indonesia yang juga menyadari hal ini. Melihat bahwa makanan Indonesia juga bagian dari kultur negara ini, dia memutuskan untuk mendokumentasikan berbagai resep masakan asli Indonesia. Dirinya menghabiskan sekitar 7 tahun untuk meneliti di laboratorium dan melacak ribuan resep dari penjuru tanah air. Para ahli kuliner, ahli gizi, hingga pamong praja desa juga diajaknya turut serta. Nama lelaki itu adalah Soekarno.



Buku dokumentasi kuliner itu diberi nama “Mustika Rasa”. Pertama kali diterbitkan tahun 1967 dengan 1.123 halaman dan 1.600 resep didalamnya. Sayang, nasib Mustika Rasa tidak seindah namanya. Dokumentasi yang mungkin kalah populer dengan karya sastra Indonesia lainnya ini terkubur pamornya. Ditemukan kembali di pasar loak oleh seorang praktisi sejarah, J.J. Rizal.

J.J. Rizal mengambil Mustika Rasa dari tumpukan buku bekas di pasar loak dan menyadari bahwa ini adalah warisan bersejarah. Tidak hanya kumpulan resep, buku ini juga berisi tata dapur yang baik, makanan atau jajanan hingga gizi. Hal tabu tentang dapur juga dituliskan disini. Misalnya seperti darah dan penggunaan makanan babi. Tugas Soekarno tentu mengkampanyekan kesatuan dalam kebhinekaan. Salah satunya melalui makanan. Indonesia memiliki sangat banyak kekayaan makanan, tapi tidak pernah didokumentasikan. Harta terpendam milik bangsa ini akhirnya kembali di publikasikan melalui kerjasama dengan penerbit Komunitas Bambu di tahun 2016.
Jati diri bangsa dan budaya tercermin lewat makanan. Soekarno tahu benar soal itu. Hal ini yang menjadi alasan mengapa proses pembuatannya di kala itu tidak main-main. Mustika Rasa melibatkan pemikiran dan penelitian para ahli selama bertahun-tahun. Lewat karya tulis ini, gambaran dan identitas seni kuliner Indonesia mampu direstorasi kembali.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenal Design Thinking di Kehidupan Sehari-hari

Cerita Tentang Ibu Dapur

Ragam Profesi Kuliner Indonesia: Dari Koki yang Tidak Ingin Dipanggil Koki Hingga Jurnalis Kuliner